Bakar Duit ala Start Up – Strategi Tidak Kreatif tapi Efektif

Cara apa yang paling mudah agar konsumen pindah ke layanan anda? Gampang, kasih subsidi masif, jual rugi dibawah hpp. Kalau harga pasar 50rb, jual dengan 30rb, pasti rame. Dan inilah strategi yang lagi sering dipakai para unicorn atau startup raksasa.  .

Hari ini saya lewat stasiun gambir menemui Go-Pay mulai masif menyasar store offline. Padahal seingat saya seminggu lalu pas kesini belum ada. Diskon (baca: bakar duid) yang di gelontorkan tak main-main. Rata-rata store yang saya lewati menawarkan diskon 50% pakai gopay. Bahkan ini cfc cuma bayar 10 rebu tuk paket nasi dua ayam.  .

Loh, rugi dong. Gopay yang subsidi. Gopay nya dong yang rugi? Sorry, ilmu bisnis konvensional yang jualan itu harus untung dianggap sudah “kuno” bagi unicorn. Mereka berani rugi trilyunan demi user acquisition. Kalau duid abis tinggal buka funding lagi, ini aja gojek mau disuntik lagi 29 triliun. Nafas mereka masi panjang. Terus kapan BEP nya? Nganalisanya jangan pakai metode usaha konvensional, bakal ga temu. Yang di cari para investor unicorn ini, bukan profit sharing, mereka ga butuh startupnya untung, yang penting scaling dan valuasi naik terus. Baru deh investor ini ambil profit dengan jual saham mereka kalau unicorn ini ipo atau di akusisi.  .

Bagi pengusaha konvensional, hati-hati aja, kalau ada unicorn yang tiba masuk di industri anda dan ternyata pake cara bakar duid, siap-siap user anda kabur. Mau dilawan juga duid mereka tak terbatas. Terkesan tidak fair? Bagi pengusaha yang dimakan jelas iya, tapi konsumen kita malah seneng karena banyak diskon. Sudah ada beberapa sektor yang seperti ini. Cukup banyak menganggap ini sudah tidak sehat untuk ekosistem. Bagaimana pendapat anda?  .

Selamat datang di Industri 4.0, dimana logika bisnis umum bisa di bolak balik  .

Disclaimer: tulisan ini tidak bermaksud mengeneralisir semua startup seperti itu  .


*Tulisan ini disadur dari Mahdi Bashroni Rizal.

5 Alasan Mengapa Memilih Gunung Bromo Sebagai Destinasi Utama Wisata Anda

Objek wisata Gunung Bromo yang sering kita kenal dengan Wisata Puncak Bromo Merupakan salah satu yang paling memberikan daya Tarik tersendiri selain objek wisata gunung  yang lainnya Indonesia. Gunung Bromo  tidak pernah sepi oleh wisatawan dengan kata lain Gunung Bromo selalu dipenuhi oleh pengunjung baik lokal maupun mancanegara dan menjadi tujuan wisata gunung yang paling populer di Indonesia, sampai-sampai Gunung Bromo menjadi icon wisata Jawa Timur hingga dikenal oleh dunia internasional. Nah Ada banyak hal yang menyebabkan mengapa Wisata Gunung Bromo tidak pernah sepi pengunjung, alasanya adalah:

1. Panorama yang Memiliki Nilai Estetika Tinggi

Nah Alasan yang pertama mengapa Wisata Gunung Bromo sangat ramai dikunjungi oleh banyak wisatawan baik yang datang dari lokal (terutama Malang) maupun Turis mancanegara adalah karena keindahan alam yang disajikan memang luar biasa. Selain itu, Gunung Bromo yang memiliki rata-rata ketinggian sekitar 2329 M di atas permukaan laut dianggap sakral karena sering digunakan untuk upacara adat suku yang terkenal yaitu suku tengger.

Pemandangan alamnya yang sangat luar biasa mampu menarik perhatian para wisatawan, cuaca yang sejuk serta dingin, membuat para pengujung semakin betah dan segala penat lelah terbayarkan dengan suasana yang indah ditambah udara yang sejuk.

2. Sangat Mudah di daki, Terutama Bagi Hiker Pemula

Salah satu yang menjadi alasan selanjutnya yaitu Wisata Gunung Bromo adalah mudah di daki, apa maksutnya? Lain halnya dengan gunung-gunung lain yang membutuhkan pengalaman khusus dan peralatan mendaki yang lengkap, gunung bromo tidak seperti itu, bahkan pendaki pemula atau yang belum pernah mendaki pun bisa sampai ke puncak gunung bromo dengan mudah, tidak perlu skill dan pengalaman khusus untuk mendaki Gunung Bromo, anda hanya cukup dengan bekal niat dan kemauan yang keras untuk bisa sampai ke puncak bromo atau kawah bromo, bisa juga dijadikan latihan untuk pendaki pemula yang ingin belajar mendaki.

3. Akomodasi dan Transportasi Mudah

Gunung Bromo sendiri bisa dicapai dari 4 lokasi utama yaitu melalui Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Malang. Dari ke semua lokasi tersebut, kabupaten Malang merupakan salah satu tempat yang paling  dekat jaraknya dengan Gunung Bromo yaitu berjarak sekitar  kurang lebihnya 54 km.

Di kota Malang itu sendiri, ada banyak travel agent yang menyediakan Paket Wisata Bromo yang memberikan jasa khusus untuk berwisata ke bromo, mulau dari transportasi, konsumsi, penginapan, fasilitas mendaki hingga paket spot menarik. Biasa nya penyedia paket wisata bromo itu sendiri menyewakan mobil beserta driver dan siap mengantarkan anda berwisata ke  gunung Bromo.

Selain menggunakan agen paket wisata bromo, anda juga bisa menggunakan kendaraan pribadi seperti sepedah motor dan mobil, akan tetapi jika kesana sendiri teman teman juga mengurus semuanya sendiri, tidak seperti jika menggunakan agen yang semua fasilitas tersedia, nah jika anda yang ingin rombongan ke Gunung Bromo tapi tidak memiliki kendaraan pribadi mobil anda bisa menggunakan jasa sewa mobil, ada begitu banyak penyedia jasa sewa mobil yang bisa anda gunakan, namun saran penulis disini agan yang belum pernah ke bromo sebaiknya jangan pergi sendiri, agan bisa mengajak teman-teman yang pernah ke Bromo atau agan bisa menggunakan agen paket wisata bromo agar lebih nyaman, efektif dan efisien.

4. Terdapat Lautan Pasir yang Luas

Lautan pasir ini yang ada di sekitar kawasan Gunung Bromo tercipta dari hasil Erupsi gunung Lautan pasir yang ada di sekitar Gunung Bromo membentang sangat luas hingga kurang lebih 15 km2. Lautan pasir tersebut tampak sangat unik, bayangkan ada lautan pasir di ketinggian, terlebih jika mengingat bahwa kawasan Gunung Bromo berada di ketinggian.

5. Terdapat Padang Savana Bromo yang indah dan Mempesona

Selain terdapat hamparan luas padang pasir, ternyata di Gunung Bromo juga terdapat hamparan padang rumput yang hijau segar,  terlihat begitu indah dan mempesona.

Padang rumput yang cukup luas ini merupakan hal yang unik, tidak semua tempat di Indonesia memiliki padang rumput yang seindah laksana di eropa atau seperti di film teletubies, nah anda bisa menemukan di kawasan gunung bromo, tidak perlu jauh jauh ke Eropa, cukup pergi ke bromo anda bisa mendapatkan suasana yang mempesona, apalagi untuk para photographer, gunung bromo adalah surganya.


Writer: Afrizal Setyo

Alasan Terbaikku

Pernah gak denger orang bilang “Jomblo terhormat” atau denger “Jomblo sampai halal” ? hehe atau juga nih diri sendiri sekarang biasa dibilang jones (jomblo ngenes) dan ada juga yang bilang “Aku jomblo karena prinsip”. Dari sekian predikat yang ada gak ada yang salah kok. Menurutku harusnya sebagai muslim dan muslimah yang baik kita harus benar-benar menjaga prinsip dan gak boleh goyah karena di dalam surat Al- Israa’ ayat 32 sudah di tuliskan

“Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”

Sudah – sudahilah perbuatan zina dan hal-hal penyebab dan pendorongnya. Oke lebih baik mengalihkan pada kegiatan lebih positif, karena cinta tak harus terucap bukan? tapi pembuktian jika saatnya telah tiba melalui sebuah jalan yang Halal.

Ini ada sebuah kisah yang mungkin bisa menginspirasi. Di daerah kuffah ada seorang pemuda yang tampan, sholeh dan baik hati. Perilakunya adalah cerminan dari akhlaknya, wajahnya teduh mencerminkan imannya. Pada suatu hari ia berkunjung ke kampung bani An-Nakha. Di sana ia bertemu dengan seorang gadis yang berparas cantik dan lembut lakunya sehingga membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama dan Alhamdulillah ketika ia mengutarakan maksud untuk melamar pada si gadis akhirnya diterima. Pemuda itupun memberanikan diri segera menemui orang tua si gadis dan berniat melamarnya, tetapi ayah si gadis telah menjodohkannya dengan saudara sepupunya. Meski begitu cinta mereka tidak padam hanya dapat mereka simpan dalam diam dan pasrah.

Pada suatu ketika si gadis menulis surat pada pemuda

“Aku tahu betapa besar cintamu padaku dan betapa besar pula aku di uji denganmu. Bila kamu setuju aku akan mengunjungimu atau aku akan mempermudah jalan bagimu untuk menemuiku di rumahku.”

Dijawab oleh pemuda tadi melalui orang suruhanya. “Aku tidak setuju dua alternative itu, sesungguhnya aku merasa takut bila aku berbuat maksiat pada Rabbku, akan adzab yang akan menimpaku pada hari yang besar. Aku takut pada api yang tidak pernah mengecil nyalanya dan tidak pernah padam kobarannya.”

Pesan itupun disampaian kepada wanita. Dia berkata dengan rasa kagumnya “Walau demikian rupanya dia masih takut pada Allah?. Demi Allah, tak ada seseorang yang berhak untuk bertaqwa kepada Allah dari orang lain. Semua hamba sama – sama berhak untuk itu.” Kemudian gadis itu berusaha mendekatkan diri dengan Allah akan tetapi ia tetap menyimpan cinta dan rasa rindunya pada pemuda. Tubuhnya mulai kurus karena menahan rindunya sampai ia meninggal karenannya. Dan pemuda itu seringkali berziarah kekuburnya. Dia sering menangis dan mendoakannya. Suatu waktu dia tertidur di atas kuburanya. Dia bermimpi berjumpa dengan kekasihnya dengan penampilan yang sangat baik. Dalam mimpi pemuda itu bertanya

“Bagaimana keadaanmu?. Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?”

Dia menjawab, “Sebaik- baik cinta wahai orang yang bertanya, adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat mengiring menuju kebaikan.”

Pemuda itupun bertanya “Jika demikian, kemanakah kau menuju?.”

Dia menjawab. “Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di surga kekekalan yang dapat kumiliki dan tidak akan pernah rusak .”

Pemuda itu berkata “Kapan aku bisa melihatmu?.”

“Tak lama lagi kau akan datang melihat kami.” Jawab wanita.

Tujuh hari setelah mimpi itu berlalu, si pemuda di panggil oleh Allah. Meninggal dunia.

Itulah salah satu kisah cinta yang tetap menjaga sampai akhirnya mereka bertemu di surga dan mungkin menikah disana.. huwa Allahualam bisoab. Kita sebagai muslim jaman sekarang bisa mengambil pelajaran dari kisah tersebut, salah satunya jika kita cinta terhadap seseorang tidak ada salahnya hanya caranya dengan benar jika sudah siap betul ya Ta’aruf dan menikah kalo belum lebih baik memperbaiki diri dulu tapi diniatkan untuk mencari ridhoNya sampai di pertemukan jodoh yang baik. Kalo menurutku sih Alasan terbaik seseorang memilih sendiri adalah karena takut pada Allah. Yang pasti cintailah Allah, rasul dan cintailah seseorang karena cinta keduaNya dan janganlah karena cinta menjadikanmu menjadi orang yang tak berakal justru sebaliknya cinta menjadikanmu lebih beriman kepadaNYA.


Writer: Zahwa Alqila, 27 desember 2017.

Sobat juga bisa kirim artikel ke web ini dengan menghubungi ke KONTAK.

*Pict from @betyal_4 .

Berbicara mengenai NU dulu, NU sekarang

Menanggapi banyaknya tuduhan bahwa NU sudah berbeda. Seperti beberapakali dilontarkan beberapa akun atau pihak yg tak tau sejarah dan memang bermisi untuk membuat masyarakat bingung dan ragu.

Aku malu jadi warga NU sekarang”.

“Kenapa memangnya?”

“NU sekarang tidak kayak NU zaman Mbah Hasyim dulu, sekarang NU disusupi Syiah, liberal, komunis bahkan sangat dekat dengan non muslim. Kalau Zamannya Mbah Hasyim kan masih murni, lurus, tidak disusupi macam-macam”.

“Emang kamu pernah hidup dan merasakan NU di masa Mbah Hasyim?”

“Nggak juga sih”

“Makanya jangan sok tahu dan termakan fitnah dan isu tidak benar, Kamu tahu kan Jepang itu penjajah yang menyembah matahari?”

“Kalau itu tahu lah, kan banyak di tulis di buku sejarah”.

“Kamu tahu nggak, NU nya Mbah Hasyim itu malah menginstruksikan santri-santri untuk latihan militer dengan Jepang. Bahkan Mbah Hasyim jadi Ketua Shumubu atau menteri agamanya Jepang. Padahal kan Jepang kafir, penjajah lagi. Dan ternyata NU nya Mbah Hasyim bisa kok bersikap kooperatif dengan Jepang”.

“Masa Sih?”

“Iya, Dan kamu tahu nggak kalau Mbah Wahab Hasbullah itu pernah dicap Kiai Komunis loh karena bersikap kooperatif dengan Bung Karno dalam Nasakom nya (berbeda dengan Masyumi yang memilih keluar)”.

“Masa sih?”

“Iya, itulah siyasah, strategi dakwah, lihatlah dampaknya, dengan kooperatif kepada Jepang akhirnya bangsa Indonesia dapat bertempur dengan baik dan akhirnya merdeka. Dengan kooperatif kepada Bung Karno yang dekat komunis akhirnya umat Islam terselamatkan dari bahaya komunis bahkan atas saran NU, akhirnya Bung Karno tidak jadi Membubarkan HMI”.

“Gitu ya?”

“Jadi NU Mbah Hasyim dan NU sekarang itu tetap sama, membela Islam dan Indonesia, BUKAN SALAH SATUNYA SAJA, Islam saja atau Indonesia saja, Karena kalau membela salah satunya akan bisa memunculkan perang antar anak bangsa yang akhirnya ibadah jadi tidak nyaman dan selalui dihantui ketakutan”.

“Oo gitu ya? Kalau begitu aku tidak malu lagi jadi NU, aku akan Bangga jadi NU”

“Makanya jangan percaya isu, fitnah atau hoax yang menjelekkan NU, belum apa-apa sudah nuduh macem-macem pada NU sekarang, kita nggak tahu yang sebenarnya, kita hanya tahu dari berita, medsos yang belum tentu benarnya, sebaiknya kita Husnudzon saja kepada penggede NU”.


Writer: @santri_pendaki (instagram)

Antara NU dan Indonesia.

Alhamdulillah, akhir-akhir ini orang merasakan manfaatnya Nahdlatul Ulama (NU). Dulu, orang yang paling bahagia, paling sering merasakan berkahnya NU adalah orang yang sudah meninggal: setiap hari dikirimi doa, tumpeng. Tapi, hari ini begitu dunia dilanda kekacauan, ketika Dunia Islam galau: di Afganistan perang sesama Islam, di Suriah perang sesama Islam, di Irak, perang sesama Islam. Semua ingin tahu, ketika semua sudah jebol, kok ada yang masih utuh: Islam di Indonesia.

Akhirnya semua ingin kesini, seperti apa Islam di Indonesia kok masih utuh. Akhirnya semua sepakat: utuhnya Islam di Indonesia itu karena memiliki jamiyyah NU. Akhirnya semua pingin tahu NU itu seperti apa.

Ternyata, jaman dulu ada orang belanda yang sudah menceritakan santri NU, namanya C. Snock Hurgronje. C. Snock Hurgronje itu hafal Alquran, Sahih Bukhori, Sahih Muslim, Alfiyyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in , tapi tidak islam, sebab tuganya menghancurkan Islam Indonesia, karena Islam Indonesia selalu melawan Belanda. Sultan Hasanuddin, santri. Pangeran Diponegoro atau Mbah Abdul Hamid, santri. Sultan Agung, santri. Mbah Zaenal Mustofa, santri. Semua santri kok mewlawan Belanda.

Akhirnya ada orang belajar secara khusus tentang Islam, untuk mencari rahasia bagaimana caranya Islam Indonesia ini remuk, namanya C. Snock Hurgronje. C. Snock Hurgronje masuk ke Indonesia dengan menyamar namanya Syekh Abdul Ghaffar. Tapi C. Snock Hurgronje belajar Islam, menghafalkan Alquran dan Hadis di Arab. Maka akhirnya paham betul Islam.

Begitu ke Indonesia, C. Snock Hurgronje bingung: mencari Islam dengan wajah Islam, tidak ketemu. Ternyata Islam yang dibayangkan dan dipelajari C. Snock Hurgronje itu tidak ada.

Mencari Allah disini tidak ketemu, ketemunya pangeran. Padahal ada pangeran namanya Pangeran Diponegoro. Mencari istilah shalat tidak ketemu, ketemunya sembahyang. Mencari syaikhun, ustadzun , tidak ketemu, ketemunya kiai. Padahal ada nama kerbau namanya kiai slamet. Mencari mushalla tidak ketemu, ketemunya langgar.

Maka, ketika C. Snock Hurgronje bingung, dibantu Van Der Plas. Ia menyamar dengan nama Syeh Abdurrahman. Mereka memulai dengan belajar bahasa Jawa. Karena ketika masuk Indonesia, mereka sudah bisa bahasa Indonesia, bahasa Melayu, tapi tidak bisa bahasa Jawa. Begitu belajar bahasa Jawa, mereka bingung, strees. Orang disini makanannya nasi (sego). C. Snock Hurgronje tahu bahasa beras itu, bahasa inggrisnya rice, bahasa arabnya ar-ruz . Yang disebut ruz, ketika di sawah, namanya pari, padi. Disana masih ruz, rice. Begitu padi dipanen, namanya ulen-ulen, ulenan. Disana masih ruz, rice. Jadi ilmunya sudah mulai kucluk , konslet. Begitu

ditutu , ditumbuk, digiling, mereka masih mahami ruz, rice , padahal disini sudah dinamai gabah . Begitu dibuka, disini namanya beras, disana masih ruz, rice . Begitu bukanya cuil, disini namanya menir , disana masih ruz, rice . Begitu dimasak, disini sudah dinamai sego , nasi, disana masih ruz, rice. Begitu diambil cicak satu, disini namanya

upa , disana namanya masih ruz, rice . Begitu dibungkus daun pisang, disini namanya lontong, sana masih

ruz, rice. Begitu dibungkus janur kuning namanya ketupat, sana masih ruz, rice. Ketika diaduk dan

ajur, lembut, disini namanya bubur, sana namanya masih ruz, rice .

Inilah bangsa aneh, yang membuat C. Snock Hurgronje judeg, pusing. Mempelajari Islam Indonesia tidak paham, akhirnya mencirikan Islam Indonesia dengan tiga hal:

(1)kethune miring sarunge nglinting

(berkopiah miring dan bersarung ngelinting), (2)mambu rokok (bau rokok) , (3)tangane gudigen

(tangannya berpenyakit kulit). Cuma tiga hal itu catatan (pencirian Islam Indonesia) C. Snock Hurgronje di Perpustakaan Leiden, Belanda. Tidak pernah ada cerita apa-apa, yang lain sudah biasa.

Maka, jangankan C. Snock Hurgronje, orang Indonesia saja kadang tidak paham dengan Islam Indonesia, karena kelamaan di Arab. Iihat tetangga pujian, karena tidak paham, bilang bid’ah . Melihat tetangga menyembelih ayam untuk tumpengan, dibilang bid’ah . Padahal itu produk Islam Indonesia. Kelamaan diluar Indonesia, jadi tidak paham. Masuk kesini sudah

kemlinthi , sok-sokan, memanggil Nabi dengan sebutan “Muhammad” (saja). Padahal, disini, tukang bakso saja dipanggil “Mas”.

Lha , akhir-akhir ini semakin banyak yang tidak paham Islam Indonesia. Kenapa? Karena Islam Indonesia keluar dari rumus-rumus Islam dunia, Islam pada umumnya. Kenapa? Karena Islam Indonesia ini sari pati (essensi) Islam yang paling baik yang ada di dunia. Kenapa? Karena Islam tumbuhnya tidak disini, tetapi di Arab. Rasulullah orang Arab. Bahasanya bahasa Arab. Yang dimakan juga makanan Arab. Budayanya budaya Arab. Kemudian Islam datang kesini, ke Indonesia.

Kalau Islam masuk ke Afrika itu mudah, tidak sulit, karena waktu itu peradaban mereka masih belum maju, belum terdidik. Orang belum terdidik itu mudah dijajah. Seperti pilkada, misalnya, diberi 20.000 atau mie instan sebungkus, beres. Kalau mengajak orang berpendidikan, sulit, dikasih 10 juta belum tentu mau.

Islam datang ke Eropa juga dalam keadaan terpuruk. Tetapi Islam datang kesini, mikir-mikir dulu, karena bangsa sedang dalam kuat-kuatnya. Bangsa anda sekalian itu bukan bangsa kecoak. Ini karena ketika itu sedang ada dalam kekuasaan negara terkuat yang menguasai 2/3 dunia, namanya Majapahit. Majapahit ini bukan negara sembarangan. Universitas terbesar di dunia ada di Majapahit, namanya Nalanda. Hukum politik terbaik dunia yang menjadi rujukan ada di Indonesia, waktu itu ada di Jawa, kitabnya bernama Negarakertagama. Hukum sosial terbaik ada di Jawa, namanya Sutasoma. Bangsa ini tidak bisa ditipu, karena orangnya pintar-pintar dan kaya-kaya.

Cerita surga di Jawa itu tidak laku. Surga itu (dalam penggambaran Alquran): tajri min tahtihal anhaar (airnya mengalir), seperti kali. Kata orang disini: “mencari air kok sampai surga segala? Disini itu, sawah semua airnya mengalir.” Artinya, pasti bukan itu yang diceritakan para ulama penyebar Islam. Cerita surga tentang buahnya banyak juga tidak, karena disini juga banyak buah. Artinya dakwah disini tidak mudah. Diceritain pangeran, orang Jawa sudah punya Sanghyang Widhi. Diceritain ka’bah orang jawa juga sudah punya stupa: sama-sama batunya dan tengahnya sama berlubangnya. Dijelaskan menggunakan tugu Jabal Rahmah, orang Jawa punya Lingga Yoni. Dijelaskan memakai hari raya kurban, orang Jawa punya peringatan hari raya kedri. Sudah lengkap. Islam datang membawa harta-benda, orang Jawa juga tidak doyan. Kenapa? Orang Jawa beragama hindu. Hindu itu, orang

kok ngurusin dunia, kastanya keempat: Sudra . Yang boleh bicara agama adalah orang Brahmana , kasta yang sudah tidak membicarakan dunia. Dibawah

Brahmana ada kasta Ksatria, seperti kalau sekarang bupati. Ini juga tidak boleh bicara agama, karena masih

ngurusin dunia. Dibawah itu ada kasta namanya Wesya (Waisya), kastanya pegawai negeri. Kasta ini tidak boleh bicara agama. Dibawah itu ada petani, pedagang dan saudagar, ini kastanya Sudra . Kasta ini juga tidak boleh bicara agama. Jadi kalau ada cerita Islam dibawa oleh para saudagar, tidak bisa dterima akal. Secara teori ilmu pengetahuan ditolak, karena saudagar itu Sudra dan Sudra tidak boleh bicara soal agama. Yang cerita Islam dibawa saudagar ini karena saking judeg-nya, bingungnya memahami Islam di Indonesia. Dibawahnya ada kasta

Paria , yang hidup dengan meminta, mengemis. Dibawah Paria ada pencopet, namanya kasta Tucca. Dibawah Tucca ada maling, pencuri, namanya kasta Mlecca. Dibawahnya lagi ada begal, perampok, namanya kasta Candala.

Anak-anak muda NU harus tahu. Itu semua nantinya terkait dengan Nahdlatul Ulama.

Akhirnya para ulama kepingin, ada tempat begitu bagusnya, mencoba diislamkan. Ulama-ulama dikirim ke sini. Namun mereka menghadapi masalah, karena orang-orang disini mau memakan manusia. Namanya aliran Bhairawa. Munculnya dari Syiwa. Mengapa ganti Syiwa, karena Hindu Brahma bermasalah. Hindu Brahma, orang Jawa bisa melakukan tetapi matinya sulit. Sebab orang Brahma matinya harus moksa atau murco. Untuk moksa harus melakukan upawasa. Upawasa itu tidak makan, tidak minum, tidak ngumpulin istri, kemudian badannya menyusut menjadi kecil dan menghilang. Kadang ada yang sudah menyusut menjadi kecil, tidak bisa hilang, gagal moksa, karena teringat kambingnya, hartanya. Lha ini terus menjadi jenglot atau batara karang. Jika anda menemukan jenglot ini, jangan dijual mahal karena itu produk gagal moksa.

Akhirnya, ada yang mencari ilmu yang lebih mudah, namanya ilmu

ngrogoh sukmo . Supaya bisa mendapat ilmu ini, mencari ajar dari Kali. Kali itu dari Durga. Durga itu dari Syiwa, mengajarkan Pancamakara. Supaya bisa ngrogoh sukmo , semua sahwat badan dikenyangi, laki-laki perempuan melingkar telanjang, menghadap arak dan ingkung daging manusia. Supaya syahwat bawah perut tenang, dikenyangi dengan seks bebas. Sisa-sisanya sekarang ada di Gunung Kemukus. Supaya perut tenang, makan tumpeng. Supaya pikiran tenang, tidak banyak pikiran, minum arak. Agar ketika sukma keluar dari badan, badan tidak bergerak, makan daging manusia. Maka jangan heran kalau tumbuh Sumanto. Ketika sudah pada bisa

ngrogoh sukmo , ketika sukmanya pergi di ajak mencuri namanya

ngepet . Sukmanya pergi diajak membunuh manusia namanya

santet . Ketika sukmanya diajak pergi diajak mencintai wanita namanya pelet .

Maka kemudian di Jawa tumbuh ilmu santet, pelet dan ngepet . 1500 ulama yang dipimpin Sayyid Aliyudin habis di-ingkung oleh orang Jawa. Untuk menghindari pembunuhan lagi, maka dari Turki Utsmani mengirim kembali ulama dari Iran, yang tidak bisa dimakan orang Jawa, namanya Sayyid Syamsuddin Albaqir Alfarsi. Karena lidah orang Jawa sulit menyebutnya, kemudian di Jawa terkenal dengan sebutan Syekh Subakir. Di Jawa ini di duduki Syekh Subakir, kemudian mereka diusir, ada yang lari ke Pantai Selatan, Karang Bolong, Srandil Cicalap, Pelabuhan Ratu, dan Banten. Di namai Banten, di ambil dari bahasa Sansekerta, artinya Tumbal. Yang lari ke timur, naik Gunung Lawu, Gunung Kawi, Alas Purwo Banyuwangi (Blambangan). Disana mereka dipimpin Menak Sembuyu dan Bajul Sengoro. Karena Syekh Subakir sepuh, dilanjutkan kedua muridnya namanya Mbah Ishak (Maulana Ishak) dan Mbah Brahim (Ibrahim Asmoroqondi), melanjutkan pengejaran. Menak Sembuyu menyerah, anak perempuannya bernama Dewi Sekardadu dinikahi Mbah Ishak, melahirkan Raden Ainul Yaqin Sunan Giri yang dimakamkan di Gresik. Sebagian lari ke Bali, sebagian lari ke Kediri, menyembah Patung Totok Kerot, diuber Sunan Bonang, akhirnya menyerah. Setelah menyerah, melingkarnya tetap dibiarkan tetapi jangan telanjang, arak diganti air biasa, ingkung manusia diganti ayam, matra ngrogoh sukmo diganti kalimat tauhid; laailaahaillallah . Maka kita punya adat tumpengan. Kalau ada orang banyak komentar mem-

bid’ah -kan, diceritain ini. kalau

ngeyel , didatangi: tapuk mulutnya. Ini perlu diruntutkan, karena NU termasuk yang masih mengurusi beginian.

Habis itu dikirim ulama yang khusus mengajar ngaji, namanya Sayyid Jamaluddin al-Husaini al-Kabir. Mendarat di (daerah) Merapi. Orang Jawa sulit mengucapkan, maka menyebutnya Syekh Jumadil Kubro. Disana punya murid namanya Syamsuddin, pindah ke Jawa Barat, membuat pesantren puro di daerah Karawang. Punya murid bernama Datuk Kahfi, pindah ke Amparan Jati, Cirebon. Punya murid Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Inilah yang bertugas mengislamkan Padjajaran. Maka ada Rara Santang, Kian Santang dan Walangsungsang.

Nah , Syekh Jumadil Kubro punya putra punya anak bernama Maulana Ishak dan Ibrahim Asmoroqondi, bapaknya Walisongo. Mbah Ishak melahirkan Sunan Giri. Mbah Ibrahim punya anak Sunan Ampel. Inilah yang bertugas mengislamkan Majapahit.

Mengislamkan Majapahit itu tidak mudah. Majapahit orangnya pinter-pinter. Majapahit Hindu, sedangkan Sunan Ampel Islam. Ibarat sawah ditanami padi, kok malah ditanami pisang. Kalau anda begitu, pohon pisang anda bisa ditebang. Sunan Ampel berpikir bagaimana caranya? Akhirnya beliau mendapat petunjuk ayat Alquran. Dalam surat Al-Fath, 48:29 disebutkan:

“……………. masaluhum fit tawrat wa masaluhum fil injil ka zar’in ahraja sat’ahu fa azarahu fastagladza fastawa ‘ala sukıhi yu’jibuz zurraa, li yagidza bihimul kuffar………”

Artinya: “…………Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)……………”

Islam itu seperti tanaman yang memiliki anak-anaknya, kemudian hamil, kemudian berbuah, ibu dan anaknya bersama memenuhi pasar, menakuti orang kafir. Tanaman apa yang keluar anaknya dulu baru kemudian ibunya hamil? Jawabannya adalah padi. Maka kemudian Sunan Ampel dalam menanam Islam seperti menanam padi. Kalau menanam padi tidak di atas tanah, tetapi dibawah tanah, kalau diatas tanah nanti dipatok ayam, dimakan tikus.

Mau menanam Allah, disini sudah ada istilah pangeran. Mau menanam shalat, disini sudah ada istilah sembahyang. Mau mananam

syaikhun, ustadzun, disini sudah ada kiai. Menanam tilmidzun, muridun , disini sudah ada shastri, kemudian dinamani santri. Inilah ulama dulu, menanamnya tidak kelihatan. Kalau sekarang dibalik:

akhi, ukhti . Menanamnya pelan-pelan, sedikit demi sedikit: kalimat syahadat, jadi kalimasada . Syahadatain, jadi sekaten. Mushalla, jadi langgar. Sampai itu jadi bahasa masyarakat.

Yang paling sulit mememberi pengertian orang Jawa tentang mati. Kalau Hindu kan ada reinkarnasi. Kalau dalam Islam, mati ya mati (tidak kembali ke dunia). Ini paling sulit, butuh strategi kebudayaan. Ini pekerjaan paling revolusioner waktu itu. Tidak main-main, karena ini prinsip. Prinsip inna lillahi wa inna ilaihi rajiun berhadapan dengan reinkarnasi. Bagaimana caranya? Oleh Sunan Ampel, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun kemudian di-Jawa-kan: Ojo Lali Sangkan Paraning Dumadi .

Setelah lama diamati oleh Sunan Ampel, ternyata orang Jawa suka tembang, nembang, nyanyi. Beliau kemudian mengambil pilihan: mengajarkan hal yang sulit itu dengan tembang. Orang Jawa memang begitu, mudah hafal dengan tembang. Orang Jawa, kehilangan istri saja tidak lapor polisi, tapi nyanyi: ndang baliyo, Sri, ndang baliyo . Lihat lintang, nyanyi:

yen ing tawang ono lintang, cah ayu . Lihat bebek, nyanyi: bebek adus kali nucuki sabun wangi . Lihat enthok:

menthok, menthok, tak kandhani, mung rupamu. Orang Jawa suka nyanyi, itulah yang jadi pelajaran. Bahkan, lihat silit (pantat) saja nyanyi: … ndemok silit, gudighen.

Maka akhirnya, sesuatu yang paling sulit, berat, itu ditembangkan.

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun diwujudkan dalam bentuk tembang bernama Macapat . Apa artinya Macapat? Bahwa orang hidup harus bisa membaca perkara Empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang berada dalam raga ketika turun di dunia. Nyawa itu produk akhirat. Kalau raga produk dunia. Produk dunia makanannya dunia, seperti makan. Yang dimakan, sampah padatnya keluar lewat pintu belakang, yang cair keluar lewat pintu depan. Ada sari makanan yang disimpan, namanya mani (sperma). Kalau mani ini penuh, bapak akan mencari ibu, ibu mencari bapak, kemudian dicampur dan dititipkan di rahim ibu. Tiga bulan jadi segumpal darah, empat bulan jadi segumpal daging. Inilah produk dunia. Begitu jadi segumpal daging, nyawa dipanggil. “Dul, turun ya,”. “Iya, Ya Allah”. “Alastu birabbikum?” (apakah kamu lupa kalau aku Tuhanmu?). “Qalu balaa sahidnya,” (Iya Ya Allah, saya jadi saksi-Mu), jawab sang nyawa,. ”fanfuhur ruuh” (maka ditiupkanlah ruh itu ke daging). Maka daging itu menjadi hidup. Kalau tidak ditiup nyawa, tidak hidup daging ini. (lihat, a.l.: Q.S. Al-A’raf, 7:172, As-Sajdah: 7 -10, Al-Mu’min: 67, ed. )

Kemudian, setelah sembilan bulan, ruh itu keluar dengan bungkusnya, yaitu jasad. Adapun jasadnya sesuai dengan orang tuangya: kalau orang tuanya pesek anaknya ya pesek; orang tuanya hidungnya mancung anaknya ya mancung; orang tuanya hitam anaknya ya hitam; kalau orang tuanya ganteng dan cantik, lahirnya ya cantik dan ganteng.

Itu disebut Tembang Mocopat: orang hidup harus membaca perkara empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang menyertai manusia ke dunia, ada di dalam jasad. Nyawa itu ditemani empat: dua adalah Iblis yang bertugas menyesatkan, dan dua malaikat yang bertugas nggandoli, menahan. Jin qarin dan hafadzah . Itu oleh Sunan Ampel disebut Dulur Papat Limo Pancer . Ini metode mengajar. Maka pancer ini kalau mau butuh apa-apa bisa memapakai dulur tengen (teman kanan) atau dulur kiwo (teman kiri). Kalau pancer kok ingin istri cantik, memakai jalan kanan, yang di baca Ya Rahmanu Ya Rahimu tujuh hari di masjid, yang wanita nantinya juga akan cinta. Tidak mau dulur tengen, ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Jaran Goyang , ya si wanita jadinya cinta, sama saja. Kepingin perkasa, kalau memakai kanan yang dipakai kalimah La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim . Tak mau yang kanan ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji

Bondowoso , kemudian bisa perkasa. Mau kaya kalau memakai jalan kanan ya shalat dhuha dan membaca Ya Fattaahu Ya Razzaaqu , kaya. Kalau tidak mau jalan kanan ya jalan kiri, membawa kambing kendhit naik ke gunung kawi, nanti pulang kaya.

Maka, kiai dengan dukun itu sama; sama hebatnya kalau tirakatnya kuat. Kiai yang ‘alim dengan dukun yang tak pernah mandi, jika sama tirakatnya, ya sama saktinya: sama-sama bisa mencari barang hilang. Sama terangnya. Bedanya: satu terangnya lampu dan satunya terang rumah terbakar. Satu mencari ayam dengan lampu senter, ayamnya ketemu dan senternya utuh; sedangkan yang satu mencari dengan blarak (daun kelapa kering yang dibakar), ayamnya ketemu, hanya blarak-nya habis terbakar. Itu bedanya nur dengan nar .

Maka manusia ini jalannya dijalankan seperti tembang yang awalan, Maskumambang :

kemambange nyowo medun ngalam ndunyo , sabut ngapati, mitoni , ini rohaninya, jasmaninya ketika dipasrahkan bidan untuk imunisasi. Maka menurut NU ada ngapati, mitoni , karena itu turunnya nyawa.

Setelah Maskumambang, manusia mengalami tembang Mijil. Bakal

Mijil : lahir laki-laki dan perempuan. Kalau lahir laki-laki aqiqahnya kambing dua, kalau lahir perempuan aqiqahnya kambing satu.

Setelah Mijil , tembangnya Kinanti . Anak-anak kecil itu, bekalilah dengan agama, dengan akhlak. Tidak mau ngaji, pukul. Masukkan ke TPQ, ke Raudlatul Athfal (RA). Waktunya ngaji kok tidak mau ngaji, malah main layangan, potong saja benangnya. Waktu ngaji kok malah mancing, potong saja kailnya. Anak

Kinanti ini waktunya sekolah dan ngaji. Dibekali dengan agama, akhlak.

Kalau tidak, nanti keburu masuk tembang Sinom: bakal menjadi anak muda (cah enom), sudah mulai

ndablek , bandel.

Apalagi, setelah Sinom, tembangnya

Asmorodono , mulai jatuh cinta. Tai kucing serasa coklat. Tidak bisa di nasehati.

Setelah itu manusia disusul tembang Gambuh , laki-laki dan perempuan bakal membangun rumah tangga, rabi, menikah.

Setelah Gambuh, adalah tembang

Dhandanggula . Merasakan manis dan pahitnya kehidupan.

Setelah Dhandanggula , menurut Mbah Ampel, manusia mengalami tembang Dhurma. Dhurma itu: darma bakti hidupmu itu apa? Kalau pohon mangga setelah berbuah bisa untuk makanan codot, kalau pisang berbuah bisa untuk makanan burung, lha buah-mu itu apa? Tenagamu mana? Hartamu mana? Ilmumu mana yang didarmabaktikan untuk orang lain?

Khairunnas anfa’uhum linnas , sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya.

Sebab, kalau sudah di Dhurma tapi tidak darma bakti, kesusul tembang

Pangkur . Anak manusia yang sudah memunggungi dunia: gigi sudah copot, kaki sudah linu. Ini harus sudah masuk masjid. Kalau tidak segera masuk masjid kesusul tembang Megatruh : megat, memutus raga beserta sukmanya. Mati.

Terakhir, tembangnya Pucung . Lha ini, kalau Hindu reinkarnasi, kalau Islam Pucung . Manusia di pocong

Sluku-sluku Bathok , dimasukkan pintu kecil. Makanya orang tua (dalam Jawa) dinamai buyut , maksudnya : siap-siap mlebu lawang ciut (siap-siap masuk pintu kecil).

Adakah yang mengajar sebaik itu di dunia?

Kalau sudah masuk pintu kecil, ditanya Malaikat Munkar dan Nakir. Akhirnya itu, yang satu reinkarnasi, yang satu buyut . Ditanya: “Man rabbuka?” , dijawab: “Awwloh,”. Ingin disaduk Malaikat Mungkar – Nakir, karena tidak bisa mengucapkan Allah. Ketika ingin disaduk, Malaikat Rakib menghentikan: “Jangan disiksa, ini lidah Jawa”. Tidak punya

alif, ba, ta, punyanya ha, na, ca, ra, ka . “Apa sudah mau ngaji?”kata Mungkar – Nakir. “Sudah, ini ada catatanya, NU juga ikut, namun belum bisa sudah meninggal”. “Yasudah, meninggalnya orang yang sedang belajar, mengaji, meninggal yang dimaafkan oleh Allah.”

Maka, seperti ini itu belajar. Kalau tidak mau belajar, ditanya, “Man rabbuka?” , menjawab, “Ha……..???”. langsung dipukul kepalanya:”Plaakkk!!”. Di- canggah lehernya oleh malaikat. Kemudian jadi wareng , takut melihat akhirat, masukkan ke neraka, di- udek oleh malaikat, di-gantung seperti siwur, iwir-iwir, dipukuli modal-madil seperti tarangan bodhol , ajur mumur seperti gedhebok bosok . Maka, pangkat manusia, menurut Sunan Ampel: anak – bapak – simbah – mbah buyut – canggah – wareng – udek-udek – gantung siwur – tarangan bodol – gedhebok bosok. Lho, dipikir ini ajaran Hindu. Kalau seperti ini ada yang bilang ajaran Hindu, kesini, saya tapuk mulutnya!

Begitu tembang ini jadi, kata Mbah Bonang, masa nyanyian tidak ada musiknya. Maka dibuatkanlah gamelan, yang bunyinya Slendro Pelok : nang ning nang nong, nang ning nang nong, ndang ndang, ndang ndang, gung . Nang ning nang nong: yo nang kene yo nang kono (ya disini ya disana); ya disini ngaji, ya disana mencuri kayu. Lho, lha ini orang-orang kok. Ya seperti disini ini: kelihatannya disini shalawatan, nanti pulang lihat pantat ya bilang: wow!. Sudah hafal saya, melihat usia-usia kalian. Ini kan kamu pas pakai baju putih. Kalau pas ganti, pakainya paling ya kaos Slank.

Nah, nang ning nang nong, hidup itu ya disini ya disana. Kalau pingin akhiran baik, naik ke ndang ndang, ndang ndang, gung. Ndang balik ke Sanghyang Agung. Fafirru illallaah , kembalilah kepada Allah. Pelan-pelan. Orang sini kadang tidak paham kalau itu buatan Sunan Bonang.

Maka, kemudian, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, dibuatkan tumpeng agar bisa makan. Begitu makan kotor semua, dibasuh dengan tiga air bunga: mawar, kenanga dan kanthil. Maksudnya: uripmu mawarno-warno, keno ngono keno ngene, ning atimu kudhu kanthil nang Gusti Allah (Hidupmu berwarna-warni, boleh seperti ini seperti itu, tetapi hatimu harus tertaut kepada Allah). Lho , ini piwulang-piwulangnya, belum diajarkan apa-apa. Oleh Sunan Kalijaga, yang belum bisa mengaji, diajari Kidung Rumekso Ing Wengi . Oleh Syekh Siti Jenar, yang belum sembahyang, diajari syahadat saja.

Ketika tanaman ini sudah ditanam, Sunan Ampel kemudian ingin tahu: tanamanku itu sudah tumbuh apa belum? Maka di-cek dengan tembang Lir Ilir , tandurku iki wis sumilir durung? Nek wis sumilir, wis ijo royo-royo, ayo menek blimbing. Blimbing itu ayo shalat. Blimbing itu

sanopo lambang shalat.

Disini itu, apa-apa dengan lambang, simbol: kolo-kolo teko , janur gunung. Udan grimis panas-panas , caping gunung.

Blimbing itu bergigir lima. Maka, cah angon, ayo menek blimbing . Tidak cah angon ayo memanjat mangga.

Akhirnya ini praktek, shalat. Tapi prakteknya beda. Begitu di ajak shalat, kita beda. Disana, shalat

‘imaadudin , lha shalat disini, tanamannya mleyor-mleyor , berayun-ayun. Disana dipanggil jam setengah duabelas kumpul. Kalau disini dipanggil jam segitu masih disawah, di kebung, angon bebek, masih nyuri kayu. Maka manggilnya pukul setengah dua.

Adzanlah muadzin, orang yang adzan. Setelah ditunggu, tunggu,

kok tidak datang-datang. Padahal tugas imam adalah menunggu makmum. Ditunggu memakai pujian.

Rabbana ya rabbaana, rabbana dholamna angfusana , – sambil tolah-toleh, mana ini makmumnya –

wainlam taghfirlana, wa tarhamna lanakunanna minal khasirin . Datang satu, dua, tapi malah merokok di depan masjid. Tidak masuk.

Maka oleh Mbah Ampel: Tombo Ati, iku ono limang perkoro….. . Sampai pegal, ya mengobati hati sendiri saja. Sampai sudah lima kali kok tidak datang-datang, maka kemudian ada pujian yang agak galak: di urugi anjang-anjang……. , langsung deh, para makmum buruan masuk. Itu tumbuhnya dari situ.

Kemudian, setelah itu shalat. Shalatnya juga tidak sama. Shalat disana, dipanah kakinya tidak terasa, disini beda. Begitu Allau Akbar , matanya bocor: itu mukenanya berlubang, kupingnya bocor, ting-ting-ting, ada penjual bakso. Hatinya bocor: protes imamnya membaca surat kepanjangan. Nah, ini ditambal oleh para wali, setelah shalat diajak dzikir, laailaahaillallah .

Hari ini, ada yang protes: dzikir kok kepalanya gedek-gedek , geleng-geleng? Padahal kalau sahabat kalau dzikir diam saja. Lho , sahabat kan muridnya nabi. Diam saja hatinya sudah ke Allah. Lha orang sini, di ajak dzikir diam saja, ya malah tidur. Bacaanya dilantunkan dengan keras, agar makmum tahu apa yang sedang dibaca imam.

Kemudian, dikenalkanlah nabi. Orang sini tidak kenal nabi, karena nabi ada jauh disana. Kenalnya Gatot Kaca. Maka pelan-pelan dikenalkan nabi. Orang Jawa yang tak bisa bahasa Arab, dikenalkan dengan syair:

kanjeng Nabi Muhammad,

lahir ono ing Mekkah,

dinone senen,

rolas mulud tahun gajah .

Inilah cara ulama-ulama dulu mengajarkan Islam, agar masyarakat disini kenal dan paham ajaran nabi. Ini karena nabi milik orang banyak (tidak hanya bangsa Arab saja). Wamaa arsalnaaka illa rahmatal lil ‘aalamiin ; Aku (Allah) tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.

Maka, shalawat itu dikenalkan dengan cara berbeda-beda. Ada yang sukanya shalawat ala Habib Syekh, Habib Luthfi, dll. Jadi jangan heran kalau shalawat itu bermacam-macam. Ini beda dengan wayang yang hanya dimiliki orang Jawa.

Orang kalau tidak tahu Islam Indonesia, pasti bingung. Maka Gus Dur melantunkan shalawat memakai lagu dangdut.

Astaghfirullah, rabbal baraaya, astaghfirullah, minal khataaya, ini lagunya Ida Laila: Tuhan pengasih lagi penyayang, tak pilih kasih, tak pandang sayang. Yang mengarang namanya Ahmadi dan Abdul Kadir. Nama grupnya Awara. Ida Laila ini termasuk Qari’ terbaik dari Gresik. Maka lagunya bagus-bagus dan religius, beda dengan lagu sekarang yang mendengarnya malah bikin kepala pusing.

Sistem pembelajaran yang seperti ini, yang dilakukan oleh para wali. Akhirnya orang Jawa mulai paham Islam.

Namun selanjutnya Sultan Trenggono tidak sabaran: menerapkan Islam dengan hukum, tidak dengan budaya.

“Urusanmu kan bukan urusan agama, tetapi urusan negara,” kata Sunan Kalijaga. “Untuk urusan agama, mengaji, biarlah saya yang mengajari,” imbuhnya.

Namun Sultan Trenggono terlanjur tidak sabar. Semua yang tidak sesuai dan tidak menerima Islam di

uber-uber .

Kemudian Sunan Kalijaga memanggil anak-anak kecil dan diajari nyanyian:

Gundul-gundul pacul, gembelengan

Nyunggi-nyunggi wangkul, petentengan

Wangkul ngglimpang segane dadi sak latar 2x

Gundul itu kepala. Kepala itu ra’sun .

Ra’sun itu pemimpin. Pemimpin itu ketempatan empat hal: mata, hidung, lidah dan telinga. Empat hal itu tidak boleh lepas. Kalau sampai empat ini lepas, bubar. Mata kok lepas, sudah tidak bisa melihat rakyat. Hidung lepas sudah tidak bisa mencium rakyat. Telinga lepas sudah tidak mendengar rakyat. Lidah lepas sudah tidak bisa menasehati rakyat. Kalau kepala sudah tidak memiliki keempat hal ini, jadinya gembelengan . Kalau kepala memangku amanah rakyat

kok gembelengan , menjadikan

wangkul ngglimpang , amanahnya kocar-kacir. Apapun jabatannya, jika nanti menyeleweng, tidak usah di demo, nyanyikan saja Gundul-gundul pacul. Inilah cara orang dulu, landai.

Akhirnya semua orang ingin tahu bagaimana cara orang Jawa dalam ber-Islam. Datuk Ribandang, orang Sulawesi, belajar ke Jawa, kepada Sunan Ampel. Pulang ke Sulawesi menyebarkan Islam di Gunung Bawakaraeng, menjadilah cikal bakal Islam di Sulawesi. Berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di penjuru Sulawesi. Khatib Dayan belajar Islam kepada Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Ketika kembali ke Kalimantan, mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan. Ario Damar atau Ario Abdillah ke semenanjung Sumatera bagian selatan,menyebarkan dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Sumatera.

Kemudian Londo (Belanda) datang. Mereka semua – seluruh kerajaan yang dulu dari Jawa – bersatu melawan Belanda. Ketika Belanda pergi, bersepakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka kawasan di Indonesia disebut

wilayah, artinya tinggalan para wali. Jadi, jika anda meneruskan agamanya, jangan lupa kita ditinggali wilayah. Inilah Nahdlatul Ulama, baik agama maupun wilayah, adalah satu kesatuan: NKRI Harga Mati.

Maka di mana di dunia ini, yang menyebut daerahnya dengan nama wilayah? Di dunia tidak ada yang bisa mengambil istilah: kullukum raa’in wa kullukum mas uulun ‘an ra’iyatih ; bahwa Rasulullah mengajarkan hidup di dunia dalam kekuasaan ada pertanggungjawaban. Dan yang bertanggungjawab dan dipertanggungjawabi disebut

ra’iyyah . Hanya Indonesia yang menyebut penduduknya dengan sebutan ra’iyyah atau rakyat. Begini

kok banyak yang bilang tidak Islam.

Nah , sistem perjuangan seperti ini diteruskan oleh para ulama Indonesia. Orang-orang yang meneruskan sistem para wali ini,

dzaahiran wa baatinan , akhirnya mendirikan sebuah organisasi yang dikenal dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.

Kenapa kok bernama Nahdlatul Ulama. Dan kenapa yang menyelamatkan Indonesia kok Nahdlatul Ulama? Karena diberi nama Nahdlatul Ulama. Nama inilah yang menyelamatkan. Sebab dengan nama Nahdlatul Ulama, orang tahu kedudukannya: bahwa kita hari ini, kedudukannya hanya muridnya ulama. Meski, nama ini tidak gagah. KH. Ahmad Dahlah menamai organisasinya Muhammadiyyah: pengikut Nabi Muhammad, gagah. Ada lagi organisasi, namanya Syarekat Islam, gagah. Yang baru ada Majelis Tafsir Alquran, gagah namanya. Lha ini “hanya” Nahdlatul Ulama. Padahal ulama kalau di desa juga ada yang hutang rokok.

Tapi Nahdlatul Ulama ini yang menyelamatkan, sebab kedudukan kita hari ini hanya muridnya ulama. Yang membawa Islam itu Kanjeng Nabi. Murid Nabi namanya Sahabat. Murid sahabat namanya tabi’in .

Tabi’in bukan ashhabus-shahabat , tetapi tabi’in , maknanya pengikut. Murid Tabi’in namanya tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikut. Muridnya tabi’it-tabi’in namanya

tabi’it-tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikutnya pengikut. Lha kalau kita semua ini namanya apa?

Kita muridnya KH Hasyim Asy’ari.

Lha KH Hasyim Asy’ari hanya muridnya Kiai Asyari. Kiai Asyari mengikuti gurunya, namanya Kiai Usman. Kiai Usman mengikuti gurunya namanya Kiai Khoiron, Purwodadi (Mbah Gareng). Kiai Khoiron murid Kiai Abdul Halim, Boyolali. Mbah Abdul Halim murid Kiai Abdul Wahid. Mbah Abdul Wahid itu murid Mbah Sufyan. Mbah Sufyan murid Mbah Jabbar, Tuban. Mbah Jabbar murid Mbah Abdur Rahman, murid Pangeran Sambuh, murid Pangeran Benowo, murid Mbah Tjokrojoyo, Sunan Geseng. Sunan Geseng hanya murid Sunan Kalijaga, murid Sunan Bonang, murid Sunan Ampel, murid Mbah Ibrahim Asmoroqondi, murid Syekh Jumadil Kubro, murid Sayyid Ahmad, murid Sayyid Ahmad Jalaludin, murid Sayyid Abdul Malik, murid Sayyid Alawi Ammil Faqih, murid Syekh Ahmad Shohib Mirbath, murid Sayyid Ali Kholiq Qosam, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Ahmad Al-Muhajir, murid Sayyid Isa An-Naquib, murid Sayyid Ubaidillah, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Ali Uraidi, murid Sayyid Ja’far Shodiq, murid Sayyid Musa Kadzim, murid Sayyid Muhammad Baqir. Sayyid Muhammad Baqir hanya murid Sayyid Zaenal Abidin, murid Sayyidina Hasan – Husain, murid Sayiidina Ali karramallahu wajhah . Nah, ini yang baru muridnya Rasulullah saw.

Kalau begini nama kita apa? Namanya ya tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit…, yang panjang sekali. Maka cara mengajarkannya juga tidak sama. Inilah yang harus difahami.

Rasulullah itu muridnya bernama sahabat, tidak diajari menulis Alquran. Maka tidak ada mushaf

Alquran di jaman Rasulullah dan para sahabat. Tetapi ketika sahabat ditinggal wafat Rasulullah, mereka menulis Alquran. Untuk siapa? Untuk para tabi’in yang tidak bertemu Alquran. Maka ditulislah Alquran di jaman Sayyidina Umar dan Sayyidina Utsman.

Tetapi begitu para sahabat wafat,

tabi’in harus mengajari dibawahnya. Mushaf Alquran yang ditulis sahabat terlalu tinggi, hurufnya rumit tidak bisa dibaca. Maka pada tahun 65 hijriyyah diberi tanda “titik” oleh Imam Abu al-Aswad ad-Duali, agar supaya bisa dibaca.

Tabiin wafat, tabi’it tabi’in mengajarkan yang dibawahnya. Titik tidak cukup, kemudian diberi “harakat” oleh Syekh Kholil bin Ahmad al-Farahidi, guru dari Imam Sibawaih, pada tahun 150 hijriyyah.

Kemudian Islam semakin menyebar ke penjuru negeri, sehingga Alquran semakin dibaca oleh banyak orang dari berbagai suku dan ras. Orang Andalusia diajari “ Waddluha” keluarnya “ Waddluhe”. Orang Turki diajari “ Mustaqiim” keluarnya “ Mustaqiin”. Orang Padang, Sumatera Barat, diajari “ Lakanuud ” keluarnya “ Lekenuuik ”. Orang Sunda diajari “ Alladziina ” keluarnya “ Alat Zina ”. Di Jawa diajari “ Alhamdu” jadinya “ Alkamdu ”, karena punyanya

ha na ca ra ka . Diajari “ Ya Hayyu Ya Qayyum ” keluarnya “ Yo Kayuku Yo Kayumu ”. Diajari “ Rabbil ‘Aalamin ” keluarnya “ Robbil Ngaalamin” karena punyanya ma ga ba tha nga . Orang Jawa tidak punya huruf “ Dlot ” punyanya “ La ”, maka “ Ramadlan ” jadi “ Ramelan ”. Orang Bali disuruh membunyikan “ Shiraathal…” bunyinya “ Sirotholladzina an’amtha ‘alaihim ghairil magedu bi’alaihim waladthoilliin ”. Di Sulawesi, “’ Alaihim” keluarnya “’ Alaihing ”.

Karena perbedaan logat lidah ini, maka pada tahun 250 hijriyyah, seorang ulama berinisiatif menyusun Ilmu Tajwid fi Qiraatil Quran , namanya Abu Ubaid bin Qasim bin Salam.

Ini yang kadang orang tidak paham pangkat dan tingkatan kita. Makanya tidak usah pada ribut. Murid ulama itu beda dengan murid Rasulullah. Murid Rasulullah, ketika dzikir dan diam, hatinya “online” langsung kepada Allah SWT. Kalau kita semua dzikir dan diam, malah jadinya tidur.

Maka disini, di Nusantara ini, jangan heran. Ibadah Haji, kalau orang Arab langsung lari ke Ka’bah. Muridnya ulama dibangunkan Ka’bah palsu di alun-alun, dari triplek atau kardus, namanya manasik haji. Nanti ketika hendak berangkat haji diantar orang se-kampung. Yang mau haji diantar ke asrama haji, yang mengantar pulangnya belok ke kebun binatang. Ini cara pembelajaran. Ini sudah murid ulama. Inilah yang orang belajar sekarang: kenapa Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama selamat, sebab mengajari manusia sesuai dengan hukum pelajarannya ulama.

Anda sekalian disuruh dzikir di rumah, takkan mau dzikir, karena muridnya ulama . Lha wong dikumpulkan saja lama kelamaan tidur. Ini makanya murid ulama dikumpulkan, di ajak berdzikir. Begitu tidur, matanya tidak dzikir, mulutnya tidak dzikir, tetapi, pantat yang duduk di majelis dzikir, tetap dzikir. Nantinya, di akhirat ketika

“wa tasyhadu arjuluhum ,” ada saksinya.

Orang disini, ketika disuruh membaca Alquran, tidak semua dapat membaca Alquran. Maka diadakan semaan Alquran. Mulut tidak bisa membaca, mata tidak bisa membaca, tetapi telinga bisa mendengarkan lantunan Alquran. Begitu dihisab mulutnya kosong, matanya kosong, di telinga ada Alqurannya.

Maka, jika bukan orang Indonesia, takkan mengerti Islam Indonesia. Mereka tidak paham, oleh karena, seakan-akan, para ulama dulu tidak serius dalam menanam. Sahadatain jadi sekaten . Kalimah sahadat jadi

kalimosodo . Ya Hayyu Ya Qayyum jadi Yo Kayuku Yo Kayumu. Ini terkesan ulama dahulu tidak ‘alim . Ibarat pedagang, seperti pengecer. Tetapi, lima ratus tahun kemudian tumbuh subur menjadi Islam Indonesia. Jamaah haji terbanyak dari Indonesia. Orang shalat terbanyak dari Indonesia. Orang membaca Alquran terbanyak dari Indonesia. Dan Islam yang datang belakangan ini gayanya seperti grosir: islam kaaffah, begitu diikuti, mencuri sapi.

Dilihat dari sini, saya meminta, Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, jangan sekali-kali mencurigai Nahdlatul Ulama menanamkan benih teroris. Teroris tidak mungkin tumbuh dari Nahdlatul Ulama, karena Nahdlatul Ulama lahir dari Bangsa Indonesia. Tidak ada ceritanya Banser kok ngebom disini, sungkan dengan makam gurunya. Mau ngebom di Tuban, tidak enak dengan Mbah Sunan Bonang. Saya yang menjamin. Ini pernah saya katakan kepada Panglima TNI. Maka, anda lihat teroris di seluruh Indonesia, tidak ada satupun anak warga jamiyyah Nahdlatul Ulama.

Maka, Nahdlatul Ulama hari ini menjadi organisasi terbesar di dunia. Dari Muktamar Makassar jamaahnya sekitar 80 juta, sekarang di kisaran 120 juta. Yang lain dari 20 juta turun menjadi 15 juta. Kita santai saja. Lama-lama mereka tidak kuat, seluruh tubuh kok ditutup kecuali matanya. Ya kalau pas jualan tahu, lha kalau pas

nderep di sawah bagaimana. Jadi kita santai saja.

Kita tidak pernah melupakan sanad, urut-urutan, karena itu cara Nahdlatul Ulama agar tidak keliru dalam mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad saw.


Tulisan ini adalah resume ceramah Kiai Ahmad Muwaffiq (PWNU DIY) di Halaman TPQ Matholi’ul Falah, Dk. Pesantren, Ds. Sembongin, Kec. Banjarejo, Kab. Blora, Jawa Tengah, pada 06 Agustus 2016.

Writer: Ahmad Naufa Khoirul Faizun, pengelola blog ahmadnaufa.wordpress.com, Wakil Sekretaris PC GP Ansor Kabupaten Purworejo.

Sumber Gambar: nu.or.id

Fenomena sang Pencari Ilmu

“Barang siapa memburu waktu pagi untuk mencari ilmu, maka malaikat akan bersholawat kepadanya dan kehidupannya akan diberi keberkahan oleh Allah swt”.

Sungguh luar biasanya orang-orang yang gigih mencari ilmu demi memaksimalkan manfaat dari anugerah Allah swt yaitu akal dan kesehatan. Dengan akal manusia akan bermartabat, ilmu akan menghantarkan manusia menjadi sosok yang selalu berfikir dan berdzikir kepada Allah swt. Manusia dihargai dan diangkat derajatnya karena peaksimalan akalnya.

Namun kebanyakan dari kita menjadi lalai dengan pedoman tunggal “bayan ilahy” yaitu al qur’an. Kita lebih mengelu-elukan karya ilmuwan yang sangat disangsikan kebenarannya. Sepertinya kita harus mengajak diri sendiri dan orang lain untuk mengisi waktu belajar kita dengan memperdalam al Qur’an.

Seperti fenomena yang terjadi dilingkungan ummat islam sekarang ini, al Qur’an semakin jauh dari kehidupan kita. Hal ini bisa kita lihat berapa banyak partner dan anak didik kita yang sudah tidak ada salah sama sekali ketika diminta membaca satu halaman al Qur’an saja. Hal ini tidak boleh dianggap remeh, jika membaca saja seperti itu bagaimana dengan menghafal dan memahaminya.

Dari satu hal itu mungkin bisa kita renungi bersama bahwa al qur’an sekarang sudah terancam kesakralannya. Jangan sampai islam kehilangan jati diri pedomannya, seperti halnya orang yahudi dan nasrani. Mereka mempunyai kitab, tetapi sudah sangat melenceng dari aslinya. Hal itu disebabkan kecerobohan mereka yang selalu merevisi kitab mereka sesuai kemampuan otak mereka sendiri. Mereka hanya membaca namun tidak mengerti sama sekali apa yang mereka kaji, bahkan mereka bertolak belakang dengan hati nuraninya dengan kuatnya dogma yang mereka bangun sendiri.

Seorang Pencari Ilmu

Jika orang islam mencari ilmu untuk menguasai pemikiran barat, maka sesungguhnya sah-sah saja, namun kita harus memilah ilmu itu dari hukum dasarnya. Ilmu umum hukumnya fardlu kifayah dipelajari dan ilmu agama hukumnya fardlu ‘ain. Saya tidak perlu mengajari ilmu mana yang seharusnya lebih dulu kita pelajari dan kita ajarkan.

Apakah para pelajar dan guru sekarang ini sudah bisa tercafer dalam hadits yang bergaransi sholawat malaikat dan keberkahan hidup???

Mari kita analisa aktivitas kehidupan kita, qiyamul lail bagaimana? sholat jamaah kita bagaimana? Puasa sunnah kita bagaimana? Shodaqoh kita bagaimana? Sholat dhuha kita bagaimana? Berapa juz al qur’an yang kita baca dalam satu hari? Sudah benar-benar belajarkah kita sebagai seorang pelajar? Sudah mengajar maksimalkah kita sebagai seorang pengajar? Sudah jujurkah kita? Sudah berhentikah kita dari menggunjing? Dan masih banyak lagi yang harus kita koreksi….

Sungguh hina dan lancangnya kita ini, berlagak ingin menguasai ilmu yang fardlu kifayah tanpa dasaran ilmu fardlu ‘ain. Kalau begini terus, bagaimana ummat islam 50-100 tahun yang akan datang.

Jujur saja, sekitar dua minggu yang lalu saya menyeleksi PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) tingkat aliyah, dari sekian banyak pendaftar yang ikut seleksi perbandingan yang saya dapatkan dalam hal kemahiran membaca al Quran adalah 1:10. Data yang saya peroleh dari event itu adalah, 1. Banyak yang masih lemah dalam membaca Al qur’an. 2. Ada beberapa yang hafal 2-8 juz tetapi ketika saya tes membaca banyak yang lupa dan lemah tajwid. 3. Separuh dari peserta seleksi menguasai cara baca bertajwid dan sebagian menguasai membaca namun lemah tajwid.

Kenapa mereka diusia remaja namun masih jauh dari al Qur’an, apa salah kurikulum yang menggenjot siswa mulai pagi sampai sore untuk mempelajari buku tebal-tebal tanpa sanad itu. Ataukah memang kurang adanya dukungan dari orang tua untuk menguasai al Qur’an, atau bahkan karena adanya lingkungan yang lebih dominan bisa mengubah watak dan perilaku siswa.

Sepertinya selama ini belajar al qur’an dan ilmu-ilmu agama hanya kebagian sisa waktu dari sekolah. Kasihan sekali mereka adik-adikku…..kalian akan menyesal dikemudian hari kalau tidak segera kalian kejar ilmu fardlu ‘ain itu. Kasihan orang tua kalian setelah meninggal nanti, tak ada yang kalian kirimkan untuk orang tuamu. Orang tuamu tidak bangga dengan kalian yang hanya menguasai fisika, kimia, matematika dsb tanpa mendasari dengan pondasi agama yang kuat. Semoga kalian menjadi anak-anka sukses dunia akhirat sesuai hadits nabi di atas (mendapat sholawat malaikat dan berkah hidup kita)..amiiiiiin….

Allahumma Sholli ‘alaa Sayyidina Muhammad SAW…!


Writer: Ustadz Luthfi Hakim (UIN Maliki Malang)

Al Qur’an Jangan Disepelekan.

Sebagai penganut ajaran agama Islam, terlebih dahulu kita harus melaksanakan kewajiban yang bersifat fardlu ain. Jangan malah memburu fardlu kifayah, sunnah, makruh atau bahkan haram duluan. Yang termasuk fardlu ain adalah mempelajari al qur’an, jangan sampai di antara keluarga kita yang tidak faham al qur’an. Jika kita belum faham atau dalam proses pemahaman al qur’an maka jangan sampai kita meremehkan ketidak tahuan kita tentang al qur’an, jika kita sengaja memprioritaskan hal lain sebelum al qur’an maka jelas kita mendholimi diri kita sendiri. Apalagi sampai meremehkan ahli al qur’an.

Al Qur’an Jangan Disepelekan

Orang yang mempelajari al qur’an, yang memahami al qur’an atau bahkan penghafal al qur’an harus kita muliakan. Mereka adalah orang yang dimuliakan oleh Allah swt dan rosulnya, sering kali kita jumpai saudara kita yang masih berparadikma salah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan wahyu Allah swt ini. Mengapa saya bilang seperti itu, coba kita lihat acara-acara seremonial di daerah kita pasti jarang yang menambahkan acara kedua yaitu pembacaan ayat suci al qur’an, harusnya kita tidak rela penyelenggaraan acara-acara besar seperti mauled nabi, isro’ mi’raj dsb yang tidak diawali dengan bacaan al qur’an.

Diacara penting biasanya para pembaca al qur’an dibisikin dulu oleh panitia atau mc dengan kata-kata “eh mas mohon maaf pembacaan qur’annya disingkat njeh….masih banyak rangkaian acaranya”.

Masih banyak lagi keprihatinan yang sanggup membuat kita mengelus dada :

  1. Guru ngaji belum dianggap profesi yang mulia nyaris tidak ada penghargaan bagi mereka
  2. Bisyaroh pembaca al qur’an berlipat-lipat lebih kecil disbanding dengan gaji biduan
  3. Ketika ada yang khidmat membaca al Qur’an para hadirin malah ngobrol ramai
  4. Sering kali MTQ hanya dibuat mainan dan menang-menangan tanpa follow up yang jelas
  5. Parade drum band dan pop singer lebih semarak dari pada parade qiro’ah
  6. Porsi nonton tv dan film jauh lebih besar dari mengaji
  7. Dimanapun selalu pegang hp, I pad, tablet dll tapi al qur’an selalu tampak baru padahal sudah bertahun-tahun pembeliannya
  8. Menghadiri undangan pernikahan, khitanan, ulang tahun harus berpakaian mewah dan wangi selalu, tapi saat mengaji sangat kumuh dan bau
  9. Saat nonton bioskop nyaris tidak berkedip sedikitpun namun saat mengaji selalu menguap setiap ayatnya
  10. Buku umum, ensiklopedia, dan kamus bersampulkan plastic dan kertas yang indah nan elok, namun al qur’an sudah terlalu lusuh dan kotor karena kurang terawat
  11. Buku umum, ensiklopedia, dan kamus selalu ditata dan dibersihkan, namun al qur’an kok malah sobek-sobek dan ditaruh di tumpukan paling bawah
  12. Ratusan ribu bahkan jutaan rupiah dianggap murah untuk biaya les eksak, computer dan music. Namun ironisnya lima puluh ribu untuk memperbaiki bacaan qur’an masih banyak pertimbangan
  13. Kita sangat bangga ketika siswa kita hafal istilah-istilah ilmiyah, sains dan teknologi, namun kita tidak prihatin pada siswa kita yang tak kenal istilah saktah, imalah dan tashil,

Writer: Ust. Luthfi Hakim (UIN Maliki Malang)

Ilmu Seperti Garam, Adab Seperti Tepung

Bicara masalah pendidikan memang tidak ada habisnya, apalagi tuntutan di masa sekarang ini sangat berkaitan erat dengan legalitas pendidikan. Ingin jadi guru saja harus punya sertifikat, ingin jadi dosen harus linier riwayat pendidikannya, apalagi ingin menjadi guru besar ya harus berpendidikan puncak dan penelitianpun di tuntut linier. Orang mengajar bahasa inggris dengan ijasah bahasa arab dianggap tidak mumpuni. Jangan terlalu larut membahas itu, malah jadi tambah bingung….

Ilmu itu bersumber dari Allah swt, dari “bayan ilahi” kita bias berilmu, darinya kita bias terarah, tertata, bijak, arif, semakin sadar, semakin tenang, dan semakin dekat dengan Allah swt. Kewajiban orang yang mempunyai ilmu adalah mengamalkannya. Semakin ditularkan ilmu itu akan semakin bertambah. Orang berilmu itu setiap berkata dan bersikap selalu bermanfaat bagi orang lain dan tidak menakiti orang lain, ketika mereka diam, diamnya dinilai dzikir pada Allah swt. Para ulama’ adalah sosok yang harus dihormati, dimintai fatwa, dan dilaksanakan bersama. Tetapi sekarang ini sulit sekali mencari sosok ulama’ yang patut menjadi contoh dan ditunggu-tunggu dan dirindukan setiap himbauan dalam untaian kata-katanya.

Rosulullah saw bersabda dari sahabat Ruwaim ra:

“Jadikan ilmumu seperti garam, dan adab seperti tepung”

Kenapa rosul menyerupakan ilmu dengan garam, karena sifat dari garam adalah bisa mempengaruhi air yang ditempatinya. Setiap orang yang berilmu hendaknya tidak segan-segan membuat statement silahkan mengcopy setiap karya yang saya tulis dan mohon disebarkan kepada siapapun yang membutuhkan. Mari kita tiru ulama’ salaf yang mengarang berpuluh-puluh jilid tanpa mengharap royalti dan sebangsanya. Tetapi malah sangat diminati para pembaca yang haus ilmu hingga sekarang. Bagaimana dengan para profesor sekarang yang menuangkan hasil penelitian syarat dengan gengsi dan perlindungan hukum itu, ee….malah jadi sampah yang tidak ada manfaatnya. Sudah tau kaya gitu malah ditambah lagi memarah-marahi mahasiswanya ketika tidak mau membaca karyanya, plus menghina para mahasiswa dengan hinaan “dasar mahasiswa sekarang kok kurang meghargai hasil karya yang harganya mahal”.

Mari kita renungkan bersama, apakah ulama’ kita dahulu pernah berkata seperi itu kepada para generasinya. Kita akui bahwa ulama’ salaf sangat ikhlas dan tawadlu’ dalam menuangkan idenya, yaitu dengan meriyadlohi dulu sebelum berkarya dan meneliti. Subhanallah….

Pentingnya Adab

Mengapa juga mengumpamakan adab dengan tepung atau tepatnya sari pati. Kita faham bahwa tepung itu dihasilkan dari sari pati bahan makanan. Jika manusia lebut hatinya layakya kelembutan tepung, maka seberapa tinggi ilmunya akan selalu menjadi pionir kejujuran dan ketawadluan. Di manapun berada kata-katanya tidak akan pernah menyakiti hati, perilakunya selalu terbaluti akhlakul karimah, dan hatinya selalu dipenuhi dengan dzikir dan shalawat. Subhanallah….

Orang yang beradab akan selalu ditempatkan pada tempat yang istimewa, pendidikan akhlak ini sangat urgen bahkan melebihi urgensi ilmu. Dia tidak hanya mengelukan akal dan materi yang dia raih, tetapi dia selalu mengisi semua itu dengan sesuatu yang membuat dia terpaut hatinya pada Allah saw.


Writer: Ust. Luthfi Hakim (UIN Maliki Malang)

Exit mobile version