Proses Turunnya Hukum Dalam Agama Islam

Dalam Islam, hukum turun tidak begitu saja. Hukum turun menjadi sebuah ketetapan melalui beberapa tahapan. Allah Subhanatu wa Ta’ala merupakan al Hakim yang menentukan hukum berdasarkan dengan kode etik. Walaupun memang Allah SWT berkuasa atas segalanya, namun dalam penentuan hukumpun Allah SWT tidak sembarangan. Kode Etik penentuan hukum tersebut disebut dengan istilah al Mahkum Fiih. Kemudian kedudukan Manusia yang menjadi sasaran hukum tersebut disebut dengan al Mahkum ‘Alaih.

Semua hukum yang dibuat oleh Allah SWT sejatinya kembali kepada 4 titik pokok permasalahan saja yaitu:

  1. Haqqullah (Hak Allah)
  2. Haqqul ‘Ibad (Hak Hamba)
  3. Haqqoni wa Haqqullah Gholib (Dua Hak, namun hak Allah lebih kuat)
  4. Haqqoni wa Haqqul ‘Ibad Gholib (Dua Hak, namun hak Hamba lebih kuat)

Kemudian hukum-hukum yang ada dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu:

  1. Kepastian (Wajib dilakukan / ditinggalkan)
  2. Pilihan (Boleh dilakukan / ditinggalkan)
  3. Status (Karena suatu hal keadaan, bisa merubab hukum asalnya)

Contoh Pembahasan Proses Turunnya Hukum

Studi Kasus: MENIKAH.

Menikah, hukum asalnya adalah sunnah. Seperti halnya disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadis dari HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a. yang artinya “Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku”

Nikah merupakan sebuah ibadah yang diperintahkan oleh Allah SWT juga dalam Al-Quran. Nikah merupakan bersatunya dua insan yang diikat dengan akad dengan melalui beberapa syarat.

Nikah: Diperintah Oleh Allah SWT.

Nikah: Berhubungan antara satu hamba dengan yang lain (‘abdun)

Nikah memerlukan keridloan dari kedua belah pihak dan bahkan dari masing-masing keluarga. Nikah juga perlu kesiapan mental, moral, finansial dari mempelai yang hendak melaksanakan. Maka, Nikah merupakan sebuah hukum yang bisa digolongkan dalam kode etik sebagai “Haqqani wa Haqqal’ibad gholib”

Namun, karena beberapa hal, hukum asal nikah yang sunnah bisa juga berubah. Sebagai contoh, sebut saja Fulan. Fulan sudah berumur 30 Tahun dan masih melajang, namun sudah mapan dan mampu jika hendak menikah. Hasrat birahinya sedang tinggi-tingginya, karena memang sudah lama menjomblo. Dikhawatirkan dan diduga kuat, jika Fulan tidak menikah, maka akan terjerumus kedalam lubang dosa kemaksiatan perzinaan. Maka, daam kasus ini Fulan diwajibkan untuk segera menikah, atau ikhtiar mencari jodoh dengan sungguh sungguh agar bisa menyalurkan birahi manusiawinya.

Baca Juga  Makan Rombongan ala Santri, bukan sekedar tradisi.

Dalam kasus diatas, karena STATUS Fulan demikian sudah sangat kepingin, mampu dan diduga kuat akan bermaksiat jika tidak melakukan, hukum nikah yang awalnya Sunah menjadi Wajib.

Wallahu A’lam bish-Showaab.


nb: Catatan diatas merupakan catatan sekitar tahun 2018. Mohon maaf bila ada kesalahan / kekurangan. Bisa disampaikan melalui kolom komentar. Terimakasih.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *