Ilmu Seperti Garam, Adab Seperti Tepung
Bicara masalah pendidikan memang tidak ada habisnya, apalagi tuntutan di masa sekarang ini sangat berkaitan erat dengan legalitas pendidikan. Ingin jadi guru saja harus punya sertifikat, ingin jadi dosen harus linier riwayat pendidikannya, apalagi ingin menjadi guru besar ya harus berpendidikan puncak dan penelitianpun di tuntut linier. Orang mengajar bahasa inggris dengan ijasah bahasa arab dianggap tidak mumpuni. Jangan terlalu larut membahas itu, malah jadi tambah bingung….
Ilmu itu bersumber dari Allah swt, dari “bayan ilahi” kita bias berilmu, darinya kita bias terarah, tertata, bijak, arif, semakin sadar, semakin tenang, dan semakin dekat dengan Allah swt. Kewajiban orang yang mempunyai ilmu adalah mengamalkannya. Semakin ditularkan ilmu itu akan semakin bertambah. Orang berilmu itu setiap berkata dan bersikap selalu bermanfaat bagi orang lain dan tidak menakiti orang lain, ketika mereka diam, diamnya dinilai dzikir pada Allah swt. Para ulama’ adalah sosok yang harus dihormati, dimintai fatwa, dan dilaksanakan bersama. Tetapi sekarang ini sulit sekali mencari sosok ulama’ yang patut menjadi contoh dan ditunggu-tunggu dan dirindukan setiap himbauan dalam untaian kata-katanya.
Rosulullah saw bersabda dari sahabat Ruwaim ra:
“Jadikan ilmumu seperti garam, dan adab seperti tepung”
Kenapa rosul menyerupakan ilmu dengan garam, karena sifat dari garam adalah bisa mempengaruhi air yang ditempatinya. Setiap orang yang berilmu hendaknya tidak segan-segan membuat statement silahkan mengcopy setiap karya yang saya tulis dan mohon disebarkan kepada siapapun yang membutuhkan. Mari kita tiru ulama’ salaf yang mengarang berpuluh-puluh jilid tanpa mengharap royalti dan sebangsanya. Tetapi malah sangat diminati para pembaca yang haus ilmu hingga sekarang. Bagaimana dengan para profesor sekarang yang menuangkan hasil penelitian syarat dengan gengsi dan perlindungan hukum itu, ee….malah jadi sampah yang tidak ada manfaatnya. Sudah tau kaya gitu malah ditambah lagi memarah-marahi mahasiswanya ketika tidak mau membaca karyanya, plus menghina para mahasiswa dengan hinaan “dasar mahasiswa sekarang kok kurang meghargai hasil karya yang harganya mahal”.
Mari kita renungkan bersama, apakah ulama’ kita dahulu pernah berkata seperi itu kepada para generasinya. Kita akui bahwa ulama’ salaf sangat ikhlas dan tawadlu’ dalam menuangkan idenya, yaitu dengan meriyadlohi dulu sebelum berkarya dan meneliti. Subhanallah….
Pentingnya Adab
Mengapa juga mengumpamakan adab dengan tepung atau tepatnya sari pati. Kita faham bahwa tepung itu dihasilkan dari sari pati bahan makanan. Jika manusia lebut hatinya layakya kelembutan tepung, maka seberapa tinggi ilmunya akan selalu menjadi pionir kejujuran dan ketawadluan. Di manapun berada kata-katanya tidak akan pernah menyakiti hati, perilakunya selalu terbaluti akhlakul karimah, dan hatinya selalu dipenuhi dengan dzikir dan shalawat. Subhanallah….
Orang yang beradab akan selalu ditempatkan pada tempat yang istimewa, pendidikan akhlak ini sangat urgen bahkan melebihi urgensi ilmu. Dia tidak hanya mengelukan akal dan materi yang dia raih, tetapi dia selalu mengisi semua itu dengan sesuatu yang membuat dia terpaut hatinya pada Allah saw.
Writer: Ust. Luthfi Hakim (UIN Maliki Malang)
Greatt,,,!!!
Inspiratif, thanks ?
sama2, gan..
sampean juga bisa kirim artikel ke gubug sederhana ini, kog.. 🙂
biar bisa lebih luas jangkauannya. 😀
Nanti identitas penulis dicantumkan kog. 🙂
—–
contact
email : [email protected]
telegran : @ardan779
facebook : ardan syauqi