Fenomena sang Pencari Ilmu
“Barang siapa memburu waktu pagi untuk mencari ilmu, maka malaikat akan bersholawat kepadanya dan kehidupannya akan diberi keberkahan oleh Allah swt”.
Sungguh luar biasanya orang-orang yang gigih mencari ilmu demi memaksimalkan manfaat dari anugerah Allah swt yaitu akal dan kesehatan. Dengan akal manusia akan bermartabat, ilmu akan menghantarkan manusia menjadi sosok yang selalu berfikir dan berdzikir kepada Allah swt. Manusia dihargai dan diangkat derajatnya karena peaksimalan akalnya.
Namun kebanyakan dari kita menjadi lalai dengan pedoman tunggal “bayan ilahy” yaitu al qur’an. Kita lebih mengelu-elukan karya ilmuwan yang sangat disangsikan kebenarannya. Sepertinya kita harus mengajak diri sendiri dan orang lain untuk mengisi waktu belajar kita dengan memperdalam al Qur’an.
Seperti fenomena yang terjadi dilingkungan ummat islam sekarang ini, al Qur’an semakin jauh dari kehidupan kita. Hal ini bisa kita lihat berapa banyak partner dan anak didik kita yang sudah tidak ada salah sama sekali ketika diminta membaca satu halaman al Qur’an saja. Hal ini tidak boleh dianggap remeh, jika membaca saja seperti itu bagaimana dengan menghafal dan memahaminya.
Dari satu hal itu mungkin bisa kita renungi bersama bahwa al qur’an sekarang sudah terancam kesakralannya. Jangan sampai islam kehilangan jati diri pedomannya, seperti halnya orang yahudi dan nasrani. Mereka mempunyai kitab, tetapi sudah sangat melenceng dari aslinya. Hal itu disebabkan kecerobohan mereka yang selalu merevisi kitab mereka sesuai kemampuan otak mereka sendiri. Mereka hanya membaca namun tidak mengerti sama sekali apa yang mereka kaji, bahkan mereka bertolak belakang dengan hati nuraninya dengan kuatnya dogma yang mereka bangun sendiri.
Seorang Pencari Ilmu
Jika orang islam mencari ilmu untuk menguasai pemikiran barat, maka sesungguhnya sah-sah saja, namun kita harus memilah ilmu itu dari hukum dasarnya. Ilmu umum hukumnya fardlu kifayah dipelajari dan ilmu agama hukumnya fardlu ‘ain. Saya tidak perlu mengajari ilmu mana yang seharusnya lebih dulu kita pelajari dan kita ajarkan.
Apakah para pelajar dan guru sekarang ini sudah bisa tercafer dalam hadits yang bergaransi sholawat malaikat dan keberkahan hidup???
Mari kita analisa aktivitas kehidupan kita, qiyamul lail bagaimana? sholat jamaah kita bagaimana? Puasa sunnah kita bagaimana? Shodaqoh kita bagaimana? Sholat dhuha kita bagaimana? Berapa juz al qur’an yang kita baca dalam satu hari? Sudah benar-benar belajarkah kita sebagai seorang pelajar? Sudah mengajar maksimalkah kita sebagai seorang pengajar? Sudah jujurkah kita? Sudah berhentikah kita dari menggunjing? Dan masih banyak lagi yang harus kita koreksi….
Sungguh hina dan lancangnya kita ini, berlagak ingin menguasai ilmu yang fardlu kifayah tanpa dasaran ilmu fardlu ‘ain. Kalau begini terus, bagaimana ummat islam 50-100 tahun yang akan datang.
Jujur saja, sekitar dua minggu yang lalu saya menyeleksi PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) tingkat aliyah, dari sekian banyak pendaftar yang ikut seleksi perbandingan yang saya dapatkan dalam hal kemahiran membaca al Quran adalah 1:10. Data yang saya peroleh dari event itu adalah, 1. Banyak yang masih lemah dalam membaca Al qur’an. 2. Ada beberapa yang hafal 2-8 juz tetapi ketika saya tes membaca banyak yang lupa dan lemah tajwid. 3. Separuh dari peserta seleksi menguasai cara baca bertajwid dan sebagian menguasai membaca namun lemah tajwid.
Kenapa mereka diusia remaja namun masih jauh dari al Qur’an, apa salah kurikulum yang menggenjot siswa mulai pagi sampai sore untuk mempelajari buku tebal-tebal tanpa sanad itu. Ataukah memang kurang adanya dukungan dari orang tua untuk menguasai al Qur’an, atau bahkan karena adanya lingkungan yang lebih dominan bisa mengubah watak dan perilaku siswa.
Sepertinya selama ini belajar al qur’an dan ilmu-ilmu agama hanya kebagian sisa waktu dari sekolah. Kasihan sekali mereka adik-adikku…..kalian akan menyesal dikemudian hari kalau tidak segera kalian kejar ilmu fardlu ‘ain itu. Kasihan orang tua kalian setelah meninggal nanti, tak ada yang kalian kirimkan untuk orang tuamu. Orang tuamu tidak bangga dengan kalian yang hanya menguasai fisika, kimia, matematika dsb tanpa mendasari dengan pondasi agama yang kuat. Semoga kalian menjadi anak-anka sukses dunia akhirat sesuai hadits nabi di atas (mendapat sholawat malaikat dan berkah hidup kita)..amiiiiiin….
Allahumma Sholli ‘alaa Sayyidina Muhammad SAW…!
Writer: Ustadz Luthfi Hakim (UIN Maliki Malang)