Makan Rombongan ala Santri, bukan sekedar tradisi.

Santri, memang terkenal dengan kebersamaan dan selalu bersama dalam menjalani aktifitas sehari-hari. Kehidupan di dunia santri bisa menjadi sebuah gambaran betapa manusia membutuhkan satu sama lain.

Sabun, Joinan.

Sikat gigi, barengan.

Sendal, selenan.

Kehidupan santri yang serba bersama tersebut menumbuhkan sebuah energy alam bawah sadar, menjalin persahabatan bahkan kekeluargaan. Disadari atau tidak, eksistensi santri bisa ada hingga saat ini salah satunya adalah pola hidup yang sederhana dan selalu bersama.

Makan Rombongan ala Santri, bukan sekedar tradisi.

Begitu juga perihal makan. Anda seorang santri..? bagaimana jika ada yang bustelan / kiriman / dijenguk / kiriman..? Hampir dipastikan, satu kamar bakal makan2.

Ada hajatan pondok..? Khataman bulanan / haul masyayikh / Mauludan / rajaban / muharoman ..? Sekali lagi, hampir dipastikan ada makan makan.

Makan-makan ini bukanlah hanya sebatas tradisi. Bukan hanya sebatas penghilang lapar semata. Namun ini adalah sunnah Nabi Muhammad SAW.

إِنْ أَرَدْتَ تَلْيِيْنَ قَلْبِكَ فَأَطْعِمِ اْلمـِسْكِيْنَ وَ امْسَحْ رَأْسَ اْليَتِيْمِ

“Jika kamu ingin melembutkan hatimu maka berilah makan kepada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim”. [HR Ahmad: II/ 263, 387 dan ath-Thabraniy di dalam Mukhtashor Makarim al-Akhlaq. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan].

Hadis diatas menerangkan bahwa jika engkau menginkan kelembutan hati, maka berilah makan kepada orang miskin. Kelembutan hati merupakan faktor yang sangat penting jika kita ingin menjadi Muslim yang bisa menerima segala macam ilmu dan nasehat.

Tak heran, jika para kiai di pondok pesantren mempunyai hati yang begitu lembut dan bersih, menasehati dan memberi ilmu kepada santri dengan hati, bukan hanya dengan teori. Ilmu yang disampaikan dari hati, maka akan diterima pula dengan hati.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam menjelaskan keutamaan memberi makan:

فُكُّوا اْلعَانِيَ –يعنى اْلأَسِيْرَ- وَ أَطْعِمُوا اْلجَائِعَ وَ عُودُوا اْلـمَرِيْضَ

“Bebaskan budak, berikan makan kepada orang yang lapar dan jenguklah orang yang sakit”. [HR al-Bukhoriy: 3046, 5373, 5649. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].

أَدْنِ اْليَتِيْمَ وَ امْسَحْ رَأْسَهُ وَ أَطْعِمْهُ مِنْ طَعَامِكَ يَلِنْ  قَلْبُكَ وَ تُقْدَرْ عَلَى حَاجَتِكَ

“Mendekatlah kepada anak yatim, usaplah kepalanya dan berilah ia makan dari makananmu niscaya hatimu akan lembut dan terpenuhi segala kebutuhanmu”. [HR al-Khara’ithiy di dalam Makarim al-Akhlaq dan Ibnu Asakir di dalam Tarikh Dimasyq. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan].

Baca Juga  Fenomena sang Pencari Ilmu

Lalu, apakah santri disebut orang miskin..? Disebut miskin, bukan berarti serba kekurangan yang berlebihan, melainkan bahwa santri (kebanyakan) sedang menjalani tirakat dan memaksa diri untuk bisa hidup sederhana (merasakan hidup miskin).

Jika santri makan bareng, yang mendapat nikmat bukan hanya santri itu sendiri. Makhluk lainpun yang berada di sekitar ikut menerima kenikmatan, contoh kucing yang sedang makan sisa makanan diatas. Sungguh ini merupakan kuasa Allah dimana Ia menjamin rezeki setiap hambanya, termasuk binatang dan manusia.

Dari beberapa hadis keutamaan memberi makan diatas, juga menjadi dasar diadakannya “berkat” / makanan yang dibungkus besek ketika sedang ada tahlilan yang umum dilakukan oleh masyarakat kebanyakan. “Berkat” yang umum berisi makanan matang / mentah (tergantung keadaan), yang berarti memberi makan dilakukan agar bisa melembutkan hati.

Menjalin ukhuwah, melembutkan hati


Demikian perihal makan. Membahas makan memang ada banyak topik yang bisa di upas, tetapi dengan segala keterbatasan, untuk kali ini hanya sedikit yang bisa ditampilkan.

Mohon koreksi bila ada kesalahan tulisan atau kekurangan yang lainnya. Semoga jalan yang kita lalui senantiasa adalah jalan Ridlo Allah SWT.

 

Salam hangat, ardan7779.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *